Thursday, January 6, 2011

Saya tidak lelah menutupi borok (mu)...

Sewaktu kecil saya sering bermain di segala medan. Pasir, tanah, hujan, panas, lapangan, jalanan, pasar hingga pohon mahoni besar pun saya panjat.

Semua itu hingga kini masih teringat dan terkenang.

Saya pun sampai sekarang selalu tertawa geli jika sedang mandi melihat sebuah tanda dari "kenakalan" bermain saat anak-anak. Sebuah bekas luka terkena paku sepanjang 3 cm.

Itu hanya satu ingatan saja, selain panggilan "gudikan" yang pernah saya dapat. Makna gudikan sesekali memang membuat saya minder, karena jelas-jelas secara fisik saya seorang anak yang banyak borok atau bekas luka. Tak putih mulus.

Tapi kekuatan pertemanan dan (terutama) orang tua lagi-lagi jadi bagian utama menutup rasa tidak percaya diri itu. Apalagi mulai SMP tinggi badan saya mulai melar (narsis dikit = hahahaha).

Dari semua luka dan borok, satu obat yang saat itu masih saya ingat diberikan orang tua saya adalah salep hitam dengan wangi yang menusuk menjijikkan (bagi saya).

"OOeeeek..." saya pasti merasa mual kalau mencium bau nya lagi sekarang.

Dan pastinya ibu tak akan lelah menutupi borok ku...


Lalu...

Kalau saya tiba-tiba ngelantur lebay memikirkan kehidupan di negeri ini, sudah berapa borok yang kau tutupi ?!?