Monday, December 20, 2010

Pertanyaan yang tidak harus di jawab.


December 20, 2010 at 10:44pm

Banyak orang (sengaja atau tidak sengaja) melakukan kegiatan / membuat ; pertanyaan yang tidak harus dijawab dalam kehidupan sehari-hari.
Saya tidak ingat apa istilahnya itu.
Apa kata lain dari "pertanyaan yang tidak harus dijawab".
Tiba-tiba saya ingat hal itu saat mengisi TTS. Memang tidak muncul pertanyaan itu kini dalam TTS yang sedang saya baca sekarang, tapi saya ingat hal itu pernah ada dalam pertanyaan TTS.
Mungkin teman-teman bisa bantu suatu saat.

Itu saya lewatkan :
Sekarang, saya sedang menikmati teh tubruk panas di sebuah warteg di dekat rumah. Seorang pria sedang bicara serius dengan perempuan di sebelahnya, yang saya yakin itu adalah istrinya. Nguping panjang lebar, keluarlah kata-kata dari si pria :

"orang tuanya saja di lawan,.. mau jadi apa anak itu nanti..."

Tidak ada keluar jawaban dari istri nya.

Dari sini (atau dari situ ya ?) saya langsung yakin kalau itu adalah pertanyaan yang tidak harus dijawab.

Pikiran saya lalu (seperti biasa) langsung melompat ke hal lain yang tentu masih berhubungan dengan "pertanyaan yang tidak harus dijawab".

Hal itu (atau hal ini ya? ) banyak sebenarnya terjadi di masyarakat.
Banyak orang sebenarnya tahu apa yang mereka pertanyakan. Namun masih saja itu dikeluarkan sebagai pertanyaan. ATAU , banyak pula yang sudah tahu jawabannya sebelum sebuah pertanyaan diluncurkan keluar....

Misalnya saja fungsi ini sering terjadi / diambil alih kritikus hingga entertainer/pelawak yang sering melakukan "aksinya" di media.

Udah ah, cape.
Saya akan lanjutkan menikmati teh yang sudah mulai dingin ini.

Selamat malam... :)

Friday, November 12, 2010

Jangan GILA doong...


Anda yang biasa membaca catatan saya pasti sudah (mungkin) bisa menebak; "pasti tentang catatan lalu-lintas dan kemacetannya lagi..."

IYA benar, karena semua ingatan, ide dan rencana saya banyak muncul saat di lalu-lintas Jakarta, bukan saat BB di kamar mandi. Saat BB justru saat ter-rileks saya.

Sebelumnya (kalau tidak salah) saya pernah catat kalau saya bukan lagi orang yang baik dan benar saat di lalu-lintas. Lalu-lintas jakarta adalah hutan rimba buas yang menciptakan banyak predator. Siapapun dapat menyantap, melilit, hingga menyeruduk. Nah, kata terakhir ini yang beberapa hari terjadi menimpa saya. Diseruduk metromini dan motor tepatnya. Saya pikir saya harus memasang tulisan besar di kendaraan saya "JAGA JARAK", bukan lagi stiker kecil di spakbor. Bahkan jika perlu semua atribut saya pada bagian belakangnya dituliskan "JAGA JARAK" juga.

"Bapak liat, apa saya nabrak motor yang di depan ?"

Begitu saya bicara (dan tentu sambil melotot) pada seorang bapak sedikit tua yang (mungkin) hampir terlambat mengantarkan anaknya ke sekolah. Lalu saya kembali melaju sambil mengumpat dalam hati "saya kasih space bukan untuk diisi, tapi untuk menjaga kalau ada apa-apa."

Itu belum seberapa, di hari berikutnya, bahkan saat jalan sudah sepi pun, kendaraan dari arah berlawanan membalap kendaraan di depannya sambil memakan jalur saya. Kontan refleks "mengadu" saya bagai matador siap menyeruduk saya pasang. Walau saya yakin akan kalah, paling tidak saya tidak tinggal diam saat berpapasan.

"Cuiiiih..."
entah bagian mana dari kendaraan itu yang terkena, atau mungkin tepat masuk jendela mobilnya dan kena di mukanya, harapan saya.
Lalu-lintas terus menggila. Sepertinya saya harus ke psikiater karena sudah ikut gila. Begitu pikiranku jika mengikuti film-film barat yang selalu memanfaatkan jasa psikiater apabila sedikit saja dirasa telah stres. Dan Rs.Jiwa DR Soeharto Heerdjan, pasti akan lebih penuh.

Ya, iseng-iseng saya akhirnya menuju rumah sakit itu. Tempatnya tidak sulit dicari. Ketika masuk halaman parkir saya langsung bertanya dimana saya bisa mendapatkan informasi tentang pelayanan rumah sakit, satpam langsung menunjukkan arahnya.
Setelah sampai di tempat yang ditunjukkan saya disuruh duduk dulu di koridor luar, karena akan ada yang menjelaskan langsung datang ke saya. Wah saya langsung berpikir, pelayanannya cukup personal sekali, walau tak lama ternyata yang datang seorang satpam pula yang menjelaskan informasi tentang pelayanan rumah sakit ini.
Dengan lancar ia menerangkan segala fasilitas dan biaya.
Ahh, ada yang aneh tiba-tiba pikirku... mengapa orang ini yang menjelaskan???! Bukannya seorang resepsionis atau Customer Service di lobby, tp saya dihadapkan dengan seorang satpam untuk menjelaskan dan di koridor luar pula itu terjadi. Coba, apa yang anda pikirkan? Apakah sama pikiran anda kalau orang ini sedang bermain sebagai calo rumah sakit?

Mari kita lewatkan saja bagian itu, dan langsung pada sekilas info yang dia berikan dengan lancar dan santun kepada saya.

Rumah Sakit Jiwa DR Soeharto Heerdjan, tentunya melayani konsultasi dan pengobatan jalan hingga rawat inap. Pada bagian rawat inap per hari nya tanpa obat :

  1. VIP Rp 340.000 - kapasitas ruang 1 orang khusus.
  2. Kelas 1 Rp 184.000 - kapasitas ruang 4 -6 orang.
  3. Kelas 2 Rp 148.000 - kapasitas ruang 10 orang.
  4. Kelas 3 Rp 114.000 - kapasitas ruang 15 orang

Untuk UGD Rp 185.000.

Waah, lumayan mahal juga bagi saya.
Selepas itu saya langsung berpamitan dan meminta no kontak rumah sakit. Tapi lagi-lagi keanehan bagi saya muncul, "Bapak bisa catat saja no HP saya kalau ingin menghubungi...".

"Huuh, kalau begini saya tak bisa dan boleh jadi gila, jangan gilaa dong..."
Lalu saya kembali ke jalan raya dan lalu lintas jakarta yang semakin menggila apabila sore hari nya.
Jakarta ; Tempat kegilaan yang sebenarnya terjadi.

Monday, October 25, 2010

adakah anda lihat pagi ini

Jakarta 25 Oktober 2010

Tadi pagi saya sudah berpikir untuk enggan berangkat ke sekolah. Tubuh saya (lagi-lagi) protes dengan hal rutinitas lalulintas. Apalagi, kalau bukan soal kemacetan. Karena dalam kondisi macet semua pengguna jalan telah terprogram untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Dan saya sudah jadi bagian disana. Mesin dinyalakan, telinga sdh terpasang earphone, mulut terpasang masker. Itu semua bagi saya akhirnya jadi alat-alat untuk jadi tidak peduli saat di jalanan. Coba pikir saja, bagaimana tau ekspresi wajah apakah tersenyum ataukah marah jika mulut saya tertutup masker. Bagaimana tahu orang lain berteriak tolong atau protes jika telinga saya asik menenangkan diri dengan raungan rock, trance atau uptempo smooth jazz. Bahkan mungkin kalau saja kacamata kuda bisa mereka dan saya kenakan, mungkin itu akan menambah lengkap ketidakpedulian kami di jalan raya.
TAPI, bicara soal indra penglihatan, mata saya selalu terbiasa menangkap momen-momen dengan cepat, krn memang itu kunci utama berkelit di lalu lintas.

Adakah anda lihat pagi ini di jalanan ?

Jika anda memulai hari dari jam 5 untuk berangkat ke Jakarta mungkin momen-momen ini sering terlihat.
  1. Pelajar yang masih terkantuk-kantuk untuk menemui pelajaran di sekolah yang membosankan.
  2. Loper koran membagikan jatah koran pada pengecer dan pengantarnya, mungkin sambil menyantap pisang goreng.
  3. Ibu-ibu mengaduk kopi lalu dihidangkan ke supir angkot.
  4. Pemuda tampan berdasi berhenti di warung nasi uduk dan memesan sebungkus untuk dibawanya ke kantornya di Sudirman.
  5. Bis jemputan dengan plat khusus yang tak mau mengalah khawatir terlambat dan mungkin terbiasa disiplin, cuma lantaran ada lambang jangkar nya.
  6. Wanita cantik bersepatu hak tinggi di halte busway pada pukul 6.00, sambil merapikan rambutnya.
  7. Bapak satpam yang necis klimis, bak Jendral bintang lima siap mengikuti upacara.
  8. Seorang pria mendorong motor karena jalanan adalah ladang bagi bibit-bibit paku yang siap ditunai.
  9. Segerombolan orang keluar dari stasiun bagai arak-arakan demo atau kampanye partai.
  10. Pengguna sepeda; yang justru menikmati kemacetan dengan kerampingan sepedanya.
  11. Para pekerja proyek gedung bertingkat berkumpul di sebuah warung nasi, lalu mengambil sebatang rokok dari helm proyeknya.
  12. Engkoh yang siap menghitung perdagangan klontongnya hari ini dengan sebuah kalkulator.
  13. Hingga seorang wanita memegang helm siap melanjutkan perjalanan dengan kendaraan yang lain.

Masih banyak momen-momen tertangkap sebenarnya, namun mungkin agak blur untuk dipasang di sini.
Sampai pada bagian hal/momen akhir dari perjalanan pagi saya ; begitu motor saya masuk gerbang sekolah, Bryan dan Rayhan pasti menemui saya di manapun posisi saya saat itu. Bahkan mereka tidak segan mengejar saya ke parkiran sambil menyodorkan tangannya :
"Selamat pagiii pak Aguuung..."
Seketika sakit kepala saya karena macet tadi hilang.
Walau saya yakin, penyakit itu akan datang (lebih ganas) lagi di sore hari nya.